JAKARTA (Arrahmah.com) – Sebanyak 33 ribu barel per hari (bph) minyak gagal diproduksi akibat peralatan tua yang digunakan oleh kontraktor minyak di Indonesia. Ini yang menyebabkan produksi minyak tak mencapai target 970 ribu bph saat ini.
Kepala Dinas Pemeliharaan Fasilitas Operasi BP Migas Julius Wiratno mengatakan, sebanyak 70% peralatan migas di Indonesia tergolong tua karena berusia 25-30 tahun.
BP Migas ingin mendapat gambaran mengenai kondisi riil fasilitas produksi yang dimiliki kontraktor untuk dijadikan landasan pengelolaan pemeliharaan selanjutnya.
“Salah satu langkahnya dengan melakukan update pendataan/inventarisasi secara bertahap terhadap peralatan utama fasilitas produksi seluruh kontraktor. Harapannya, dapat meningkatkan ketersediaan dan keandalan fasilitas produksi untuk menekan hilangnya produksi minyak dan gas bumi,” tutur Julius seperti dikutip dari situs BP Migas, Selasa (12/4/2011).
Dalam setiap asesmen akan ada rekomendasi teknis untuk peningkatan kualitas pemeliharaan kontraktor tersebut. “Kami mendorong kontaktor untuk melaksanakan strategi pemeliharaan yang efektif dan efisien,” imbuh Julius.
Pengecekan peralatan pertama kali dilakukan terhadap Chevron Pacific Indonesia yang kontribusinya terhadap produksi minyak Indonesia sangat besar. Setelah Chevron, asesmen akan dilakukan di semua kontraktor, khususnya 10 perusahaan dengan produksi terbesar seperti Total E&P Indonesia, CococoPhillips, dan Pertamina EP.
Hingga 7 April 2011, terjadi 201 kejadian yang menyebabkan kehilangan potensi produksi sebesar 33 ribu barel minyak per hari (bph). Dari jumlah tersebut, terjadi 153 kejadian unplanned shutdown yang menyebabkan kehilangan potensi produksi sebesar 22 ribu bph.
“Lebih dari 100 kasus disebabkan karena rusaknya peralatan,” kata Julius.
Dicontohkan, adanya 88 kasus kerusakan fasilitas produksi dan operasi, seperti rusaknya pipa dan kompresor yang menyebabkan kehilangan potensi produksi lebih dari 6.000 bph. Sedangkan terjadi 14 kejadian kelistrikan, seperti rusaknya turbin, trafo, dan jaringan listrik yang menyebabkan kehilangan potensi produksi sebesar 1.600 bph.
“Dengan asesment, diharapkan kerusakan peralatan yang bisa dikontrol dapat ditekan seminimal mungkin dengan melakukan perawatan preventif, prediktif, dan proaktif,” tukas Julius. (dtk/arrahmah.com)