GUJARAT (Arrahmah.com) – Pengadilan India telah menghukum 31 pemeluk agama Hindu penjara seumur hidup atas pembunuhan terhadap Muslim di Gujarat selama kerusuhan yang terjadi di tahun 2002.
Vonis yang dijatuhkan pada Rabu (9/11/2011) adalah yang pertama dalam sembilan kasus kerusuhan dan pembunuhan yang sempat tertunda, lapor Associated Press.
31 orang termasuk 20 perempuan, membakar hidup-hidup hingga tewas 33 Muslim. Mereka membakar bangunan di sebuah desa di distrik Meha-sana, sekitar 25 mil dari Ahmadabad, ibukota negara bagian Gujarat.
Seperti dilansir dari harian Los Angeles Times, Kamis (10/11) seluruh pelaku didakwa atas penghilangan nyawa, pembunuhan terencana, serta pembakaran dengan sengaja atas 33 korban yang saat itu berusaha melarikan diri dari bangunan saat kerusuhan terjadi. Sebelumnya, 42 rekan mereka dibebaskan karena kurangnya bukti.
Kerusuhan di tahun 2002 meletus setelah kereta api yang membawa para peziarah Hindu diserang dan dibakar oleh orang-orang tak dikenal yang diklaim sebagai Muslim di Gujarat. Setidaknya 59 orang hindu tewas dalam serangan tersebut.
Sebelumnya, pengadilan India memvonis mati 11 Muslim yang diduga membakar kereta tersebut dan 20 lainnya dihukum penjara seumur hidup.
Setelah serangan itu, lebih dari seribu orang, sebagian besar Muslim, tewas selama kerusuhan sektarian di sana.
Sejak tahun 2002 hingga saat ini Muslim di Gujarat masih hidup dalam ketakutan. Laporan terakhir yang dikeluarkan oleh Konsil HAM PBB di tahun 2009 mengecam India karena tidak memberikan keadilan bagi korban kerusuhan Gujarat di tahun 2002 dan mengatakan bahwa penyelidikan terhadap kekerasan tersebut dipersulit.
“Sebagian besar kasus kriminal yang berkaitan dengan kerusuhan 2002 masih belum diselidiki atau sudah ditutup oleh Kepolisian Gujarat dan penderitaan para pengungsi yang meninggalkan rumah-rumah mereka masih berlangsung,” kata laporan PBB. Lebih jauh lagi dikatakan,” Dalam mendiskusikan apa yang sebenarnya terjadi dengan para korban, penyelidik bisa menangkap rona ketakutan yang diperburuk karena tidak adanya keadilan bagi para korban.” (haninmazaya/arrahmah.com)