KARACHI (Arrahmah.id) — Lebih dari 300 warga negara Pakistan tewas tenggelam dalam kapal pukat, di lepas pantai Yunani. Tragedi ini merupakan kasus terbaru, yang mengungkap krisis pengungsi di Uni Eropa saat puluhan ribu migran mencari perlindungan dari perang, penganiayaan dan kemiskinan.
Ketua Senat Pakistan, Muhammad Sadiq Sanjrani, mengungkapkan angka tersebut dalam sebuah pernyataan, pada hari Ahad (18/6/2023)
Dia juga mengirimkan belasungkawa kepada keluarga korban yang berduka.
“Pikiran dan doa kami bersama kalian, dan kami berdoa agar jiwa-jiwa yang telah meninggal menemukan kedamaian abadi,” kata Sanjrani, dikutip dari CNN (19/6)
“Insiden yang menghancurkan ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk mengatasi dan mengutuk tindakan menjijikkan perdagangan manusia ilegal.”
Meski demikian, pihak berwenang Yunani belum mengkonfirmasi jumlah korban tewas di Pakistan.
Pakistan diketahui berada di tengah krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade.
Perdana Menteri Shehbaz Sharif juga menyatakan hari berkabung nasional bagi mereka yang tewas dalam tenggelamnya kapal. Dalam tweet pada hari Minggu, dia memerintahkan penyelidikan tingkat tinggi atas insiden tersebut.
“Saya meyakinkan bangsa bahwa mereka yang ditemukan lalai terhadap tugas mereka akan dimintai pertanggungjawaban. Tanggung jawab akan ditetapkan setelah penyelidika bergulir,” tulis Sharif.
Sebagai informasi, sekitar 750 pria, wanita dan anak-anak berada di kapal ketika insiden kap terbalik itu pada minggu lalu.
Badan Migrasi PBB (IOM) mengatakan, kejadian itu menewaskan ratusan orang dan menjadikan tragedi itu salah satu yang terburuk di Laut Mediterania, menurut Komisaris Uni Eropa untuk Urusan Dalam Negeri, Ylva Johansson.
Tragedi tersebut juga menyoroti krisis pengungsi Uni Eropa, di mana setiap tahun puluhan ribu migran melarikan diri dari perang, penganiayaan, perubahan iklim, dan risiko kemiskinan, kemudian melarikan diri ke rute berbahaya di Eropa.
Johansson dalam kesempatan yang sama mengutuk peran penyelundup yang menempatkan orang di atas kapal.
“Mereka tidak mengirim mereka (para migran) ke Eropa, tetapi mengirim mereka ke kematian. Inilah yang mereka lakukan dan sangat penting untuk mencegahnya,” pungkasnya. (hanoum/arrahmah.id)