JAKARTA (Arrahmah.com) – Sekretaris Utama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Sjahrial Loetan mengatakan, sekitar 30-40 persen pinjaman Pemerintah Indonesia masih berupa pinjaman mengikat (tied loan).
Ia menjelaskan di Jakarta, Senin (8/2), pinjaman mengikat merupakan utang bersyarat yang ditentukan oleh negara atau lembaga pemberi donor. Misalnya, diberi pinjaman uang untuk membeli kereta api, namun keretanya harus dibeli dari negara donor.
Menurut Sjahrial, pinjaman mengikat tersebut terutama dari pinjaman yang berbunga ringan (soft loan). Karena bunganya yang sangat ringan, maka mereka mensyaratkan untuk menggunakan produk negara pemberi pinjaman. Misalnya dengan Jepang dan AS, ujarnya.
Untuk itu ia mengatakan, pinjaman mengikat tersebut diharapkan akan terus berkurang sehingga Indonesia dapat menentukan sendiri penggunaan utang yang diberikan.
Dia mengatakan seiring dengan pemberlakuan Komitmen Jakarta (Jakarta Commitment) pada 2012, maka pinjaman mengikat akan dihilangkan.
Mengacu kepada Komitmen Jakarta, maka pinjaman mengikat nantinya dihilangkan. Kita berharap yang akan duduk di drive seat (sebagai yang mengendalikan dan mengelola pinjaman). Jadi, kita yang berdaulat, tuturnya.
Untuk itu, menurut Sjahrial, saat ini pihaknya terus mengomunikasikan Jakarta Komitmen ke berbagai lembaga, baik lembaga dan negara partner dan juga lembaga-lembaga pemerintah.
Sementara pada 2009, dari target pinjaman luar negeri 5,56 miliar dolar AS terealisasi 5,22 dolar AS. (antara/hdytlh/arrahmah.com)