TEPI BARAT (Arrahmah.id) – Tiga warga Palestina syahid dan puluhan lainnya terluka ketika tentara pendudukan “Israel” menyerbu Tepi Barat yang diduduki. Hal ini bertepatan dengan pernyataan Menteri Pertahanan “Israel” Yoav Gallant bahwa kehadiran Otoritas Palestina (PA) yang kuat sangat penting bagi keamanan “Israel”.
Kementerian Kesehatan mengumumkan syahidnya Muhammad Hassan Ibrahim Abu Sebaa (22), setelah terkena peluru pendudukan di jantungnya, sedangkan Ahed Mahmoud Awlad Muhammad (24) syahid setelah terkena peluru pendudukan di kepala saat dia berdiri di atap rumahnya.
Konfrontasi pecah antara pemuda Palestina dan pasukan pendudukan ketika mereka menyerbu kota tersebut, yang mana peluru tajam dan peluru karet serta bom gas ditembakkan.
Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa Faris Mahmoud Abdullah Khalifa (37), dari kamp Nour Shams, sebelah timur Tulkarem, ditembak mati oleh tentara pendudukan di sebuah pos pemeriksaan militer. Dia dibiarkan berdarah di tanah sampai meninggal, setelah mencegah kru ambulans menolongnya.
Hal ini menjadikan jumlah syuhada Palestina di Tepi Barat menjadi 355 orang sejak dimulainya agresi di Jalur Gaza pada 7 Oktober, ditambah sekitar 4.000 orang yang terluka.
Seorang warga Palestina juga terluka akibat peluru pasukan pendudukan “Israel” pada Senin malam (15/1/2024), dalam konfrontasi yang terjadi di kota Beit Laqya, sebelah barat Ramallah, setelah pasukan pendudukan menyerbu kota tersebut.
Dalam konteks terkait, koresponden Al Jazeera mengatakan bahwa 4 warga Palestina terluka oleh peluru pasukan pendudukan saat mereka menyerbu distrik Al-Makhfiyya di kota Nabus di Tepi Barat.
Dia menambahkan bahwa pasukan pendudukan mencegah tim medis menjangkau korban luka, dan juga menangkap seorang pemuda lainnya dalam penggerebekan tersebut.
Di sisi lain, Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan seorang warga Palestina terluka akibat peluru pasukan pendudukan di dekat pos pemeriksaan militer Qalandiya, di utara Yerusalem yang diduduki.
Ketakutan “Israel”
Haaretz melaporkan bahwa tentara pendudukan memindahkan unit khusus Duvdovan dari Jalur Gaza ke Tepi Barat, di tengah kekhawatiran memburuknya kondisi keamanan di Tepi Barat yang diduduki.
Menurut surat kabar tersebut, para pejabat keamanan “Israel” mengatakan, “Situasi di Tepi Barat berada di ambang ledakan,” dan mengindikasikan bahwa dari sudut pandang tentara, penarikan unit Pasukan Khusus dari Gaza merupakan sebuah konsesi terhadap dampak yang signifikan, tanpa menyebutkan secara spesifik jumlah anggota unit yang ditarik dari sektor tersebut.
Keputusan ini diambil setelah pernyataan Menteri Pertahanan Yoav Gallant yang mengatakan, “Kehadiran otoritas Palestina yang kuat adalah kepentingan keamanan Israel.”
Gallant memperingatkan akan ledakan situasi di Tepi Barat, sebagai akibat dari terhambatnya masuknya pekerja Palestina ke “Israel”, dan berlanjutnya pencegahan transfer dana pajak Palestina sejak Operasi Banjir Al-Aqsa.
Sejak pecahnya perang dahsyat di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, tentara “Israel” telah mengintensifkan operasi militernya di Tepi Barat, dan meningkatkan laju serangan dan penggerebekan ke kota-kota, dan kamp-kamp Palestina.

Penangkapan
Operasi penangkapan yang dilakukan tentara pendudukan “Israel” belum berhenti sejak Operasi Banjir Al-Aqsa. Dua warga Palestina ditangkap di selatan kota Hebron setelah pendudukan menyerbu desa Janba dan Khallet Al-Dabaa di Musafer Yatta.
Pasukan pendudukan menangkap 55 warga Palestina, termasuk dua anak-anak, dari berbagai daerah di Tepi Barat yang diduduki pada Ahad malam (14/1).
Pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh Otoritas Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan dan Klub Tahanan Palestina menyatakan bahwa pasukan pendudukan “Israel” melancarkan, mulai Ahad malam (14/1) hingga Senin pagi (15/1), kampanye penangkapan besar-besaran yang berdampak pada sedikitnya 55 warga Palestina di Tepi Barat, dan menjelaskan bahwa di antara para tahanan ada seorang wanita dari kota Hebron, dua anak, serta mantan tahanan.
Pernyataan itu menambahkan bahwa operasi penangkapan terkonsentrasi di provinsi Nablus, di mana 25 mahasiswa ditangkap dari kampus Universitas Nasional An-Najah, yang menjadi saksi penggerebekan besar-besaran.
Menurut koresponden Al Jazeera, pasukan pendudukan menangkap para mahasiswa tersebut saat mereka melakukan aksi duduk di dalam kampus universitas setelah menyerbu mereka saat fajar pada Senin (15/1), setelah mengepung mereka di dalam kampus dan menyerang sejumlah dari mereka dan pihak keamanan universitas sebelum mundur.
Menurut kedua lembaga tersebut, pasukan pendudukan terus melakukan penggerebekan dan pelecehan yang meluas selama kampanye penangkapan, pemukulan parah, dan ancaman terhadap tahanan dan keluarga mereka, selain sabotase yang meluas dan penghancuran rumah-rumah warga Palestina, menurut data dari lembaga tersebut pada akhir Desember 2023.
Pendudukan telah menangkap sekitar 5.875 warga Palestina sejak agresi di Gaza, dan memindahkan 1.970 dari mereka ke penahanan administratif, menjadikan jumlah tahanan di penjara pendudukan menjadi sekitar 8.800, termasuk lebih dari 80 tahanan perempuan.
مشاهد لمواجهات بين فلسطينيين مع قوات الاحتلال عقب اقتحام بلدة بيت لقيا غرب رام الله#حرب_غزة #فيديو pic.twitter.com/oVEYiYoCTa
— الجزيرة فلسطين (@AJA_Palestine) January 15, 2024
Serangan pemukim
Mengingat suasana tegang yang terjadi di Tepi Barat yang diduduki, Kantor Berita Palestina (Wafa) melaporkan bahwa sejumlah pemukim melemparkan batu ke kendaraan Palestina di jalan utama kota Hawara, selatan Nablus.
Jalan Utama Hawara menjadi saksi penyerangan berulang kali yang dilakukan oleh pemukim, termasuk pelemparan batu ke kendaraan warga Palestina, penghancuran toko, dan memaksa pemiliknya untuk menutupnya.
Para pemukim juga menyerang seorang penggembala di kota Madama, selatan Nablus, ketika dia sedang menggembalakan domba di wilayah utara kota, berdekatan dengan pemukiman Yitzhar. Mereka memukulinya dan membawanya ke salah satu kamp terdekat, sebelum dia dibebaskan.
Serangan-serangan ini terjadi setelah sekelompok besar pemukim bersenjata menyerang desa Burin di Provinsi Nablus pada Ahad (14/1).
Sementara itu, Otoritas Palestina mengutuk keras pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan pasukan pendudukan dan milisi pemukim.
Pernyataan Kementerian Luar Negeri Palestina mengatakan, “Serangan oleh kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan Menteri Keamanan Nasional “Israel” Itamar Ben Gvir terhadap desa-desa di Tepi Barat memperburuk situasi,” menambahkan bahwa sayap kanan “Israel” yang berkuasa menciptakan eskalasi untuk menerapkan versi penghancuran dan pengungsian di Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Menurut data dari Komisi Perlawanan Tembok dan Permukiman, tentara pendudukan dan pemukim “Israel” melakukan 12.161 serangan selama setahun terakhir, termasuk 5.308 serangan setelah 7 Oktober, termasuk 2.410 serangan yang dilakukan oleh pemukim.
25 komunitas Badui mengungsi di Tepi Barat dan gurun Yerusalem Timur sepanjang tahun ini, termasuk 22 komunitas setelah Operasi Banjir Al-Aqsa.
تغطية صحفية | مشاهد تُظهر انسحاب جزء من دبابات جيش الاحتلال من قطاع غزة. pic.twitter.com/DcOT9MKOZC
— القسطل الإخباري (@AlQastalps) January 15, 2024
(zarahamala/arrahmah.id)