TEPI BARAT (Arrahmah.com) – Mengutip publikasi Pusat Informasi Palestina pada Senin (3/11/2014), Khairi Mansour, seorang penulis dan penyair Palestina mengatakan bahwa deklarasi Netanyahu mencetus Perang Dunia ketiga. Berikut pernyataan Khairi yang dikutip dari Elhaleej Emirat.
Pada saat mendapat tekanan agar “Israel” menghentikan kekerasan di Palestina dan menghentikan pembangunan pemukiman Yahudi di Al-Quds dan wilayah Tepi Barat, PM “Israel” Benjamin Netenyahu balik menantang. Pimpinan “Israel” ekstrimis ini cuma berkata dengan satu kalimat kontroversial, “‘Israel” akan melanjutkan pembangunan pemukiman Yahudi dan Al-Quds (Yerussalem) seluruhnya akan diyahudikan.”
Penegasan Netenyahu ini sebenarnya bukan hanya mengajak perang terhadap rakyat Palestina atau Arab saja, namun statemen yang sering dilontarkan kali ini adalah deklarasi perang atas masyarakat dunia, manusia seluruhnya, tanpa mempedulikan hukum apapun atau pertimbangan moral.
Netanyahu mengungkap niat sebenarnya terhadap Al-Aqsha dengan penuh arogansi, rasis dan ekstrim yang pernah ada dalam sejarah. Ini membuktikan kembali bahwa semua yang disampaikannya selama beberapa tahun lalu tentang perdamaian dan ketidak-adaan partner Palestina dalam perundingan serta yang terkait dengan solusi pendirian dua negara hanyalah taktik. Hanyalah berkelit mencari kesempatan dan mengulurnya. Semua itu hanya kedok mengelabui dunia tak boleh dibiarkan lama.
Amerika dan Uni Eropa terutama, saat ini harus mendengarkan dengan seksama dan akurat. Tak ada penerjemah dari bahasa Ibrani ke Inggris yang tidak akurat lagi. Jika bukan itu masalahnya, maka hanya ada dua hal; pertama, mereka sengaja diam dan itu sudah cukup dianggap sebagai sikap setuju. atau, kedua, mengecam dengan syarat tidak seperti biasa yang dihalangi dari tindakan politik atau ekonomi atau disertai stop realisasinya.
Netenyahu memberikan kredibitas secara gratis kepada orang yang tidak percaya terhadap apa yang dikatakannya meski hanya sekali. Ia adalah murid dari sekolah Goebbels (menteri di era Hitler) yang harus terus berbohong sebagai cara untuk menuju cita-cita menjadi lebih mulus.
Meski ada orang yang mempercayainya saat ia menyampaikan gagasan soal perdamaian ekonomi (yang digagas oleh Netenyahu dalam proses perdamaian dengan Palestina terakhir), maka mereka saat ini harus melihat kembali. Sebab tidak mungkin ada ekonomi menggantung di awang-awang atau diisolasi secara politik dan jauh dari kenyataan.
Sementara itu, “Israel” membuang jauh-jauh semua aksi protes dan peringatan baik oleh pihak Arab atau lainnya. Maka bisa disimpulkan dengan mudah bahwa “Israel” tidak akan menerima dan menganggap apapun selain dari apa yang mereka yakini di dalam agama dan ideologi zionis.
Jadi percuma [hanya] protes, sampai harus membenturkan kepala ke dinding [pun], ‘”Israel”‘ tak akan mengindahkannya selain dari suara mereka sendiri.
Sejak sekarang tak perlu lagi meragukan akurasi penerjemah Netanyahu atau niatnya dalam proyek yahudisasi negara “Israel” atau menelanjangi kota Al-Quds dari semua wajah dan corak serta simbol Arab untuk memproduksi sejarah baru bagi “Israel” dengan abjadnya semuanya.
Kenapa dunia tidak bertanya tentang partner bohong dalam proses perundingan damai tersebut? Atau mereka menutupi mata mareka?
Kesimpulannya, Netenyahu saat ini hanya menunggu timing yang tepat untuk mendeklarasikan perang. Dan saat inilah yang paling tepat di saat bangsa satu sama lain saling memakan. (adibahasan/arrahmah.com)