LAHJ (Arrahmah.id) – Sedikitnya 23 orang tewas dalam pertempuran sengit antara pasukan pemerintah Yaman dan kelompok teroris Syiah Houtsi di provinsi selatan Lahj pada Ahad (27/8/2023), ketika pemerintah Yaman mengkritik milisi tersebut karena menolak upaya perdamaian untuk mengakhiri perang.
Houtsi melancarkan serangan terhadap pasukan pemerintah di wilayah Yafae, Lahj, yang memicu pertempuran sengit yang menewaskan 15 anggota Houtsi, delapan tentara pro-pemerintah, dan melukai sedikitnya sepuluh orang.
Mohammed Al-Naqeeb, juru bicara pasukan pro-kemerdekaan Yaman yang menguasai Yafae, menggambarkan serangan Houtsi di Yafae sebagai serangan “terbesar dan paling berdarah” yang pernah dilakukan oleh milisi tersebut dalam beberapa bulan terakhir, dan menambahkan bahwa pasukannya mampu memukul mundur Houtsi, memaksa mereka untuk mundur setelah mengalami banyak kerugian.
“Serangan milisi Houtsi terhadap Yafae adalah respon terhadap semua konsesi yang ditawarkan oleh pemerintah yang sah dan inisiatif perdamaian,” kata Al-Naqeeb kepada Arab News.
Sejak awal tahun lalu, ketika gencatan senjata yang ditengahi oleh PBB mulai berlaku, permusuhan telah menurun secara drastis, terutama di luar kota Marib yang dikuasai oleh pemerintah.
Namun, para pejabat pemerintah Yaman mengatakan bahwa Houtsi telah melanjutkan serangan fatal mereka terhadap lingkungan perumahan dan target militer di Lahj, Marib, dan Taiz.
Menurut laporan media lokal yang mengutip media Houtsi, Houtsi telah menguburkan lebih dari 4.000 pejuang yang terbunuh di medan perang sejak awal tahun ini.
Serangan Houtsi di Yafae terjadi sehari setelah anggota Dewan Kepemimpinan Presiden, Sultan Al-Aradah, menuduh Houtsi menghalangi upaya perdamaian untuk mengakhiri perang dan menegaskan kembali ancaman pemerintah untuk merespon secara militer terhadap serangan Houtsi terhadap fasilitas-fasilitas minyak.
Al-Aradah mengatakan kepada sebuah pertemuan pejabat pemerintah di Marib pada Sabtu (26/8) bahwa Houtsi berusaha mengepung daerah-daerah yang dikuasai pemerintah dengan menghentikan pengiriman minyak dan memaksa para pedagang lokal untuk meninggalkan pelabuhan. Ia melanjutkan bahwa Houtsi sedang mengalami disintegrasi dari dalam dan dilanda masalah-masalah internal yang besar karena rakyat Yaman, terutama mereka yang tinggal di daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan mereka, menolak pemerintahan yang represif dan ideologi radikal mereka. (haninmazaya/arrahmah.id)