TEL AVIV (Arrahmah.com) – Sekitar 21 aktivis kemanusiaan yang mencoba menjebol blokade Zionis di Jalur Gaza saat ini mendekam di penjara Israel, sambil menunggu proses hukum, kata kementrian dalam negeri Israel pada hari Minggu (6/11/2011).
“Ada 21 penumpang kapal bantuan yang ditahan menolak untuk pulang kembali dan saat ini mereka sedang melalui proses hukum untuk melawan deportasi,” kata juru bicara kementrian, Sabine Haddad, pada AFP.
“Tak lama setelah proses hukum ini dilewati maka mereka akan bisa segera dipulangkan ke rumah mereka masing-masing,” lanjutnya.
Dua puluh satu aktivis ini ada di antara 27 penumpang dan kru dari dua kapal bantuan yang dicegat angkatan laut Israel karena memasuki Jalur Gaza yang diblokade.
Angkatan bersenjata Israel mengambil alih kapal Saoirse (Kebebasan) milik Irlandia dan kapal at Tahrir (Pembebasan) milik Kanada di perairan internasional Gaza pada hari Jumat pekan lalu serta melabuhkan kapal-kapal tersebut secara paksa di pelabuhan Ashdod.
Pada hari Sabtu, Israel membebaskan enam penumpang, yang terdiri dari seorang Arab-Israel, dua awak Yunani, dan tiga wartawan dari Mesir, Spanyol, dan Amerika Serikat.
Haddad menyatakan 21 orang sisanya saat ini ditahan di penjara Ramla di dekat Tel Aviv setelah diperiksa oleh badan imigrasi. Mereka yang masih dalam tahanan berasal dari Australia, Inggris, Kanada, Irlandia, dan Amerika Serikat.
Usaha untuk memasuki blokade Gaza itu bukan hal baru, sama seperti tindakan otoritas Israel yang sewenang-wenang untuk menangkap kapal-kapal bantuan yang berlayar ke wilayah tersebut.
Pada bulan Mei 2010, enam kapal yang dipimpin oleh Turki Mavi Marmara mencoba untuk mencapai jalur pantai, tetapi dicegat oleh pasukan Israel, yang menyerbu kapal, menewaskan sembilan aktivis Turki dan memicu krisis diplomatik dengan Ankara.
Awal tahun ini, armada kedua mencoba mencapai Gaza, namun beberapa kapal dan perahu itu dicegat sebelum bisa mencapai Gaza.
Israel mengatakan blokade perlu untuk mencegah masuknya senjata ke wilayah pesisir yang ada di bawah blokade semena-mena negara Zionis tersebut.
Dua bulan lalu, sebuah laporan PBB mengenai serangan terhadap armada kemanusiaan tahun 2010 menuduh negara Yahudi bertindak dengan “kekuatan yang berlebihan”. Meski demikian, lembaga internasional itu tetap melegalkan tindakan yang diambil Israel. (althaf/arrahmah.com)