JAKARTA (Arrahmah.com) – Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas angkat suara terkait belasan calon Eselon 1 yang gagal lolos lantaran pasangannya membuka media sosial (medsos) tokoh radikal.
Anwar mengaku bersimpati dengan usaha Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo untuk menjaring calon Eselon 1, hanya saja menurutnya musuh besar bangsa Indonesia bukanlah hanya radikalisme.
“Menpan RB hanya sibuk membicarakan masalah radikalisme saja padahal musuh besar bangsa kita saat ini selain masalah radikalisme adalah merebak dan sudah terlalu dalamnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta berkembangnya paham-paham yang sangat bertentangan dengan falsafah bangsa kita, Pancasila dan hukum dasar negara kita UUD 1945,” ujar Anwar dalam keterangannya, Kamis (9/12/2021), lansir Sindonews.
“Sehingga tindakan Menpan RB ini tentu saja mengundang pertanyaan yaitu, mana yang lebih berbahaya menurut Menpan RB, apakah paham radikalisme atau praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) atau adanya paham-paham yang bertentangan dengan falsafah dan konstitusi bangsa kita seperti paham dan ideologi komunisme politik, serta paham dan ideologi liberalisme kapitalisme?” lanjutnya.
Untuk lebih aman, menurut Anwar, maka Menpan RB tentu akan mengatakan bahwa ketiga hal tersebut sama-sama besar bahayanya bagi bangsa dan negara. Ketiganya, dapat mengancam eksitensi dan jati diri Indonesia sebagai sebuah bangsa.
“Oleh karena itu kalau ketiga hal tersebut sama-sama berbahaya mengapa Menpan RB tampak hanya lebih sibuk mengurusi masalah radikalisme saja dengan menelusuri dan masuk jauh ke dalam kehidupan keluarga para calon? Sehingga Menpan RB tahu media sosial apa saja yang dibuka oleh isteri atau suaminya?”
“Mengapa Menpan RB tidak sibuk dan disibukkan oleh urusan untuk mengetahui asal usul harta kekayaan mereka yang ikut tes tersebut?” ujar Anwar.
Anwar menegaskan, persoalan ini menjadi sangat penting di Indonesia yang sudah dikatakan darurat KKN.
Mengutip Menko Polhukam, Anwar mengatakan bahwa korupsi saat ini lebih dahsyat sebab, bukan hanya di eksekutif tapi juga melebar ke legislatif dan yudikatif.
Anwar pun kembali melontarkan pertanyaannya mengenai lebih besar bahaya dan daya rusaknya bagi kehidupan bangsa antara paham radikalisme atau praktik korupsi saat ini.
“Untuk amannya saya rasa tentu Menpan RB akan lebih mudah menjawab bahwa kedua-duanya sama besar bahaya dan dampak buruknya sebab kalau Menpan RB berani menjawab bahwa saat ini yang lebih besar dampak buruknya adalah paham radikalisme ketimbang dari bahaya KKN maka masyarakat luas tentu akan marah dan mentertawakan beliau. Karena masyarakat luas sudah tahu bahwa masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) saat ini jauh lebih besar bahayanya dari paham radikalisme,” kata Anwar.
“Karena masalah radikalisme masih bisa dikendalikan oleh para aparat keamanan sementara praktik KKN saat ini benar-benar sudah tidak terkendali mulai dari atas sampai ke bawah. Oleh karena itu yang menjadi pertanyaan mengapa Menpan RB ketika menseleksi calon Eselon 1 itu tidak sibuk dengan menelisik kekayaan dari para calon Eselon 1 tersebut?” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)