KAIRO (Arrahmah.com) – Dua orang Mesir meninggal akibat luka yang diderita selama pembubaran paksa aksi protes oleh polisi di wilayah barat Kairo, dua kelompok protes mengatakan pada Kamis (13/11/2014), sebagaimana dilansir oleh WorldBulletin.
Dalam sebuah pernyataan, gerakan pemuda 6 April mengatakan bahwa anggotanya yang bernama Khaled al-Rasheedi meninggal setelah ditembak di kepala oleh polisi, yang menyerbu desa nahia di provinsi Giza pada Rabu (12/11) untuk membubarkan para pengunjuk rasa anti-kudeta.
“Pasukan keamanan menggunakan peluru tajam, dan gas air mata dalam upaya untuk membubarkan para pengunjuk rasa ketika al-Rasheedi ditembak di kepala,” kata gerakan pemuda 6 April mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Al-Rasheedi meninggal akibat cederanya beberapa jam kemudian.
Sementara itu, pendukung presiden terguling Muhammad Mursi mengatakan bahwa satu orang lagi dari pengunjuk rasa telah meninggal setelah menghirup gas air mata yang berlebihan selama aksi pembubaran paksa para pengunjuk rasa oleh aparat keamanan.
Pejabat Departemen Kesehatan Ahmad al-Ansari menegaskan kematian al-Rasheedi itu, namun tidak mengungkapkan siapa dalang di balik penembakan tersebut.
“Al-Rasheedi meninggal karena luka-lukanya di sebuah rumah sakit di Kairo,” katanya.
Terdiri dari para aktivis politik muda, gerakan 6 April telah menjadi salah satu kelompok yang mempelopori revolusi Mesir pada bulan Januari 2011, yang mengakhiri 30 tahun pemerintahan presiden otokratis Husni Mubarak.
Pendiri gerakan 6 April, Ahmad Maher, saat ini menjalani hukuman penjara tiga tahun atas dakwaan menggelar protes tanpa izin pada bulan November tahun lalu.
Sementara itu, Aliansi Nasional untuk Pertahanan Legitimasi pro-Morsi mengatakan bahwa seorang pengunjuk rasa pro-Morsi, yang diidentifikasi sebagai Hamada al-Saidi, meninggal pada Kamis (13/11) akibat komplikasi yang disebabkan oleh menghirup gas air mata satu hari sebelumnya.
Tidak ada pejabat Kementerian Dalam Negeri yang tersedia untuk memberikan komentar langsung terkait korban yang dilaporkan tersebut.
Kementerian itu menegaskan bahwa pasukan polisi yang membubarkan aksi unjuk rasa itu sesuai dengan hukum unjuk rasa Mesir, yang melarang demonstrasi ilegal
Kementerian itu juga mengatakan bahwa polisi hanya menggunakan “kekuatan bertahap” – hanya mengandalkan gas air mata – untuk membubarkan para pengunjuk rasa ilegal.
Aliansi pro-Morsi secara rutin menggelar aksi unjuk rasa untuk memprotes pemecatan Mursi oleh tentara tahun lalu.
(ameera/arrahmah.com)