WASHINGTON (Arrahmah.id) – Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) mengungkapkan pada Jumat (25/4/2025) bahwa pemerintahan Trump telah mengambil langkah hukum terhadap hampir 2.000 mahasiswa dan aktivis karena dukungan mereka terhadap Palestina dan keterlibatan dalam aksi anti-genosida. Langkah ini menyusul penandatanganan perintah eksekutif oleh Presiden AS Donald Trump awal tahun ini yang disebut bertujuan memerangi “antisemitisme.”
Menurut CAIR, otoritas imigrasi AS memulai dengan mencabut visa pelajar, kemudian berkembang menjadi penangkapan dan proses hukum. Salah satu yang terdampak adalah Mahmoud Khalil, seorang mahasiswa asal Palestina yang memimpin aksi pro-Palestina di Universitas Columbia. Ia ditahan pada bulan Maret meskipun tidak menghadapi dakwaan resmi apa pun.
Perintah eksekutif yang ditandatangani pada Januari tersebut secara efektif melarang demonstrasi pro-Palestina dan aksi anti-genosida di lingkungan kampus. Walaupun warga negara AS juga terlibat dalam protes ini, mahasiswa asing menjadi sasaran utama karena perlindungan hukum mereka yang terbatas.
Pemerintahan Trump mendukung berbagai tindakan disipliner yang diambil oleh universitas-universitas, termasuk Universitas Yale, terhadap mahasiswa yang memprotes secara damai kunjungan Menteri Keamanan Nasional ‘Israel’, Itamar Ben-Gvir. Tindakan yang diambil termasuk pembubaran demonstrasi, pencabutan status kelompok mahasiswa, dan peluncuran investigasi internal.
CAIR mengaitkan tindakan ini dengan RUU Antisemitism Awareness Act of 2025 yang saat ini sedang dibahas, yang diajukan oleh Senator Tim Scott. RUU ini mengharuskan Departemen Pendidikan AS untuk menerapkan definisi antisemitisme versi IHRA yang kontroversial, yang menyamakan kritik terhadap ‘Israel’ dengan ujaran kebencian.
Sejak Maret, lebih dari 1.000 mahasiswa asing telah kehilangan status hukum mereka. Banyak universitas kini mulai menyarankan mahasiswa internasional untuk mencari bantuan hukum dan menghindari perjalanan ke luar negeri. Sejumlah gugatan hukum telah diajukan ke pengadilan, dan sebagian kecil mahasiswa berhasil memulihkan status mereka sementara waktu.
Aksi protes yang bermula di Universitas Columbia sebagai respons atas genosida di Gaza kini telah menyebar ke lebih dari 50 universitas di seluruh AS. Lebih dari 3.100 orang telah ditahan oleh polisi, mayoritas dari mereka adalah mahasiswa dan dosen.
Komite Senat untuk Kesehatan, Pendidikan, Tenaga Kerja, dan Pensiun dijadwalkan akan menggelar sidang dengar pendapat mengenai RUU Antisemitism Awareness Act pada 30 April mendatang. Sejumlah kelompok pembela hak sipil mendesak Kongres untuk menolak RUU ini, dengan peringatan bahwa aturan tersebut bisa semakin mengekang aktivisme mahasiswa dan kebebasan akademik. (zarahamala/arrahmah.id)