GAZA (Arrahmah.com) – Pada 30 September 2000, Muhammad Al-Durrah yang berusia 11 tahun ditembak dan dibunuh oleh tentara zionis “Israel” di Jalur Gaza. Ayahnya Jamal, yang mencoba melindungi putranya dari hujanan peluru, terluka dalam insiden itu. Namun, hingga saat ini pembunuh bocah itu tidak pernah diadili.
Dua hari sebelumnya, pada 28 September, pemimpin oposisi “Israel” Ariel Sharon (1928-2014), berbaris ke Masjidil Haram Al-Aqsa dengan sejumlah pejabat “Israel” sayap kanan yang dilindungi oleh 2.000 polisi militer. Muslim Palestina di dalam Masjid Al-Aqsa memprotes kunjungan provokatifnya.
Gambar-gambar dari tindakan brutal tentara zionis terhadap demonstrasi menyebabkan kemarahan di antara orang-orang Palestina di mana-mana dan menyebabkan Aqsa Intifada. Pemberontakan itu berlangsung hingga Februari 2005 dan hampir 5.000 warga Palestina gugur, termasuk hampir 1.000 anak-anak.
Pada hari ketika Muhammad Al-Durrah terbunuh, sekelompok warga Palestina yang marah mendekati pemukiman “Israel” Netzarim di tengah-tengah Jalur Gaza yang masih diduduki saat itu. Mereka melemparkan batu ke tentara pendudukan “Israel” yang mendirikan pos pemeriksaan militer di gerbang timurnya.
Ketika bocah itu dan ayahnya mencari perlindungan di belakang bangunan beton kecil, Jamal Al-Durrah berteriak pada tentara “Israel” untuk berhenti menembaki anak itu. Tangisannya tak digubris tentara zionis, Muhammad dihantam peluru beberapa kali dan gugur di pangkuan ayahnya.
Gambar penembakan tersebut tersebar di seluruh dunia. Namun demikian, tidak ada organisasi internasional yang pernah meminta pembunuh anak-anak untuk diadili atas pembunuhannya. Juru kampanye untuk keadilan bagi rakyat Palestina menunjukkan bahwa, 19 tahun setelah pembunuhan Muhammad Al-Durrah, “Israel” terus membunuh warga Palestina, termasuk anak-anak, dengan impunitas.
(fath/arrahmah.com)