AHMEDABAD (Arrahmah.com) – Janvikas, sebuah LSM di Gujarat, menerbitkan laporan survei yang menunjukkan bahwa lebih dari 200.000 orang mengungsi selama kekerasan tahun 2002 di Gujarat, lebih dari 16.000 Muslim masih tinggal di 83 kamp pengungsi di seluruh negara bagian tersebut 10 tahun kemudian.
Sambil bertahan tanpa fasilitas infrastruktur dasar seperti jalan, listrik, dan jalur selokan, para korban terus menjadi korban sistem pengaturan yang buruk.
Beberapa korban menceritakan kisah-kisah kehidupan yang menyedihkan mereka di samping tempat pembuangan sampah dan tinggal di tempat-tempat yang tidak jauh dari tempat sampah.
Mereka berbicara dalam konvensi yang berjudul “Gujarat yang terlantar: Sepuluh tahun kemudian”, yang merupakan bagian dari program yang diselenggarakan oleh beberapa LSM di bawah Insaf ki Par Dagar. Konvensi tersebut diadakan oleh Janvikas pada 30 April.
Salah seorang korban, Shama Bani Ansari, berkata, “Saya telah hidup dalam kondisi menyedihkan selama 10 tahun terakhir. Kami tidak memiliki fasilitas dasar dan keluhan kami kepada pejabat pemerintah tidak pernah digubris.” Dia mengatakan bahwa air yang mengalir keluar dari selokan meluap dan membanjiri lingkungan tempat tinggalnya bahkan telah menelan korban jiwa, belum lagi tentang orang lain yang telah jatuh sakit karena kondisi hidup yang tidak higienis.
Rohit Prajapati, sekretaris Uni Rakyat Untuk Kebebasan Sipil (PUCL), mengatakan sudah saatnya pemerintah membuka mata lebar-lebar bahwa ada realitas yang keras terjadi di bawah.
“Sudah saatnya mereka peduli pada nasib para pengungsi dan juga membantu mereka yang ingin kembali ke desa mereka,” kata Prajapati. Dia lebih lanjut mengatakan mereka yang tinggal di koloni kerusuhan adalah orang yang tidak berani untuk kembali ke tempat asal mereka karena ancaman terhadap kehidupan mereka. (althaf/arrahmah.com)