JUBA (Arrahmah.com) – Ulang tahun kelima kemerdekaan Sudan Selatan dirusak oleh kekerasan yang menewaskan hampir 150 tentara dan warga sipil, ungkap juru bicara wakil presiden negara itu, Sabtu (9/7/2016), sebagaimana dilansir CNN.
Baku tembak meletus pada Jum’at antara tentara yang setia kepada Presiden Salva Kiir dan orang-orang yang mendukung Wakil Presiden Riek Machar, menurut juru bicara Machar, James Gatdet Dak.
“Sudan Selatan hari ini menandai Hari Kemerdekaan paling mengerikan di dunia,” tulis Dak dalam postingan di Facebook.
Dia mengatakan bahwa penembakan sporadis berlanjut sepanjang malam di kantong wilayah sekitar Jebel dan Gurei. Suasana relatif tenang dirasakan kembali di ibukota Juba, pada Sabtu (9/7).
Nyargi Roman, yang juga merupakan juru bicara Machar, mengatakan bahwa banyak pengawal presiden yang dikerahkan di luar kompleks presiden telah hilang dan dikhawatirkan tewas.
Berita lokal melaporkan bahwa sebanyak 146 warga sipil dan tentara tewas, tetapi CNN tidak bisa secara independen mengkonfirmasi jumlah itu.
Pada hari Sabtu, pos pemeriksaan keamanan nampak di seluruh kota, dan jaringan ponsel tidak berfungsi dengan baik.
Kepala Staff Militer mendesak warga sipil untuk tinggal di dalam rumah. Ada beberapa laporan tentang pergerakan pasukan di seluruh negeri, tetapi tidak jelas apakah hal itu terkait dengan bentrokan tersebut.
Juru bicara Kantor Kepala Staf Umum Sudan Selatan mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dibacakan di televisi negara bahwa pihak berwenang telah memiliki informasi yang dapat dipercaya tentang sebuah rencana untuk menargetkan warga sipil di Juba dan daerah sekitarnya.
“Pasukan akan bertindak untuk melindungi nyawa warga sipil dengan resiko apapun,” kata juru bicara, Brig. Jenderal Lul Ruai Koang.
Sudan Selatan memperoleh kemerdekaan pada tahun 2011 setelah 98% dari populasinya memilih untuk melepaskan diri dari Sudan. Negara di Afrika Timur itu, yang merupakan negara termuda di dunia, dengan cepat jatuh ke dalam perang sipil.
(ameera/arrahmah.com)