AMMAN (Arrahmah.com) – Sedikitnya 14 warga Palestina terluka pada Minggu (11/8/2019) ketika polisi ‘Israel’ menembakkan gas air mata dan granat pada sekitar 100.000 jama’ah selama sholat Id di kompleks masjid Al-Aqsa.
Bentrokan meletus setelah polisi dan pemerintah Zionis mengizinkan ekstremis Yahudi untuk mengunjungi situs tersebut, setelah awalnya melarang masuk. Komandan polisi Yerusalem Doron Yedid mengatakan kebijakan itu telah berubah “dengan dukungan dari para petinggi politik.”
Orang-orang Yahudi dilarang berdoa di kompleks itu di bawah pengaturan lama antara ‘Israel’ dan pihak berwenang Muslim, tetapi dalam beberapa tahun terakhir kaum nasionalis sayap kanan telah meningkatkan kunjungan ke situs itu untuk menentang pengaturan tersebut. Ekstremis Yahudi telah menyerukan agar masjid dihancurkan dan kuil Yahudi yang diklaim tertera dalam kitab mereka dibangun kembali di lokasi itu.
Pejabat Wakaf Islam telah menunda sholat selama satu jam pada Minggu (11/8), menutup semua masjid di Yerusalem dan meminta umat Islam untuk tetap tinggal dengan alasan untuk mencegah serangan para ekstremis.
“Ini adalah pelanggaran yang jelas dari pemahaman yang telah ada sejak 1967, dan bertujuan untuk menunjukkan bahwa Al-Aqsa bukan untuk Muslim sendiri,” Khaleel Assali, anggota dewan wakaf Islam, mengatakan kepada Arab News.
Sementara sebagai negara terdekat dengan Palestina, Yordania hanya mengutuk ekstrimisme Zionis di tanah suci itu.
“Kami mengutuk berlanjutnya pelanggaran ‘Israel’ terhadap Masjid Al-Aqsa, dan serangan terhadap jamaah dan tim wakaf di lapangan,” kata Kementerian Luar Negeri Yordania di Amman. “Kami menganggap pemerintah ‘Israel’ bertanggung jawab atas hal ini.” (Althaf/arrahmah.com)