Di dalam gelombang reformasi yang membawa perubahan politik sewindu yang lalu, sebuah arus besar digerakkan oleh kelompok permisif dan adiktif menumpang masuk ke tanah air kita. Arus besar itu, sesuai karakteristiknya, tepat disebut sebagai gerakan syahwat merdeka.
Tak ada sosok organisasi resminya, tapi jaringan kerja samanya mendunia, kapital raksasa mendanainya, ideologi gabungan melandasinya, dan banyak media massa jadi pengeras suaranya.
Ada tiga belas komponen dalam gerakan dengan seks sebagai jaringan pengikatnya ini:
PERTAMA adalah praktisi sehari-hari kehidupan pribadi dan kelompok dalam perilaku seks bebas hetero dan homo, terang-terangan dan sembunyi-sembunyi dan sebagian anti-pernikahan resmi.
KEDUA, penerbit majalah dan tabloid mesum, yang telah menikmati tiada perlunya SIUPP. Mereka menjual wajah dan kulit perempuan muda, lalu menawarkan jasa hubungan kelamin pada pembaca pria dan wanita lewat nomor telepon genggam.
KETIGA, produser, penulis skrip, dan pengiklan acara televisi syahwat. Seks siswa dengan guru, ayah dengan anak, siswa dengan siswa, siswa dengan pria paruh baya, siswa dengan pekerja seks komersial –ditayangkan pada jam prime time, kalau pemainnya terkenal. Setiap tayangan televisi, rata-rata 170 juta orang yang memirsa.
KEEMPAT, 4,200,000 (empat koma dua juta) situs porno dunia, 100,000 (seratus ribu) situs porno Indonesia di internet. Dengan empat kali klik di komputer, anatomi tubuh perempuan dan laki-laki, sekaligus cara berfungsinya, dapat diakses gratis, sama mudahnya dilakukan baik dari San Francisco, Timbuktu, Rotterdam, maupun Sidoarjo.
KELIMA, penulis, penerbit, dan propagandis buku syahwat 1/4 sastra dan 1/2 sastra. Di Malaysia, penulis yang mencabul-cabulkan karyanya penulis pria. Di Indonesia, penulis yang asyik dengan wilayah selangkang dan sekitarnya mayoritas penulis perempuan. Ada kritikus sastra Malaysia berkata: “Wah, Pak Taufiq, pengarang wanita Indonesia berani-berani. Kok, mereka tidak malu, ya?” Memang begitulah, RASA MALU ITU YANG SUDAH TERKIKIS, bukan saja pada penulis-penulis perempuan aliran s.m.s. (sastra mazhab selangkang) itu, melainkan juga pada banyak bagian dari bangsa.
KEENAM, penerbit dan pengedar komik cabul. Komik yang kebanyakan terbitan Jepang yang diterjemahkan itu tampak di kulit luar biasa saja, tapi di dalamnya banyak gambar hubungan badannya, misalnya (bukan main) antara siswa dan Bu Guru. Harganya Rp 2.000.
KETUJUH, produsen, pengganda, pembajak, pengecer, dan penonton VCD/DVD biru. Indonesia kini jadi surga besar pornografi paling murah di dunia. Angka resmi produksi dan bajakan 2 juta-20 juta keping setahun. Harga yang dulu Rp 30.000 sekeping, kini turun menjadi Rp 3.000. Luar biasa murah. Anak-anak SMA, SMP, bahkan SD kita bisa membelinya tanpa risi karena tak ada larangan peraturan pemerintah. Sesudah menonton, mereka ingin mencobakannya, dan akhirnya bisa terlibat prostitusi dan/atau aborsi.
KEDELAPAN, pabrikan dan konsumen alkohol. Minuman keras dari berbagai merek dengan mudah bisa diperoleh di pasaran. Kemasan botol kecil diproduksi, mudah masuk kantong celana, harga murah, dijual di kios tukang rokok di depan sekolah, remaja dengan bebas bisa membelinya. Di Amerika dan Eropa, batas umur larangan di bawah 18 tahun.
KESEMBILAN, produsen, pengedar, dan pengguna narkoba. Tingkat keterlibatan Indonesia bukan pada pengedar dan pengguna saja, bahkan kini sampai pada derajat produsen dunia. Enam juta anak muda Indonesia terperangkap dan ratusan ribu menjadi korbannya.
KESEPULUH, pabrikan, pengiklan, dan pengisap nikotin. Korban racun nikotin 57.000 orang per tahun, maknanya setiap hari 156 orang mati, atau setiap sembilan menit seorang pecandu rokok meninggal. Pemasukan pajak Rp 15 trilyun (1996), tapi ongkos pengobatan berbagai penyakit akibatnya Rp 30 trilyun.
Mengapa alkohol, narkoba, dan nikotin termasuk dalam kategori kontributor arus syahwat merdeka ini? Karena sifat adiktifnya, kecanduannya, yang sangat mirip, begitu pula proses pembentukan ketiga adiksi tersebut dalam susunan saraf pusat manusia. Dalam masyarakat permisif, interaksi antara seks dan alkohol, narkoba dan nikotin, akrab sekali. Interaksi ini kemudian berlanjut dengan tindak kriminal berikutnya: pemerasan, perampokan, sampai ke titik puncaknya pembunuhan.
KESEBELAS, pengiklan perempuan dan laki-laki panggilan. Dalam masyarakat permisif, iklan semacam ini menjadi jembatan komunikasi yang diperlukan.
KEDUA BELAS, germo dan pelanggan prostitusi. Apabila hubungan syahwat suka-sama-suka yang gratis tidak tersedia, hubungan dalam bentuk perjanjian bayaran merupakan jalan keluarnya. Dalam hal ini, prostitusi berfungsi.
KETIGA BELAS, dokter dan dukun praktisi aborsi. Akibat kombinasi berbagai faktor di atas, kasus pemerkosaan dan kehamilan di luar pernikahan meningkat drastis.
Seorang peneliti dari sebuah universitas di Jakarta menyebutkan bahwa angka aborsi di Indonesia 2,2 juta setahun. Maknanya setiap 15 detik seorang calon bayi di suatu tempat di negeri kita meninggal akibat dari salah satu atau gabungan faktor-faktor di atas. Inilah produk akhirnya.
Luar biasa destruksi sosial yang dilakukan Gerakan Syahwat Merdeka ini, yang ciri kolektifnya adalah budaya malu yang telah kikis nyaris habis dalam diri mereka.
Taufiq Ismail
Penyair, budayawan
[Perspektif, Gatra Nomor 7 Beredar Kamis, 28 Desember 2006]