(Arrahmah.com) – Apakah Anda adalah seorang penghafal Al Quran? Bahagiakah Anda apabila ditakdirkan oleh Allah menjadi seorang penghafal Al Quran? Tentunya sangat bahagia, bukan?
Bagaimana tidak, mereka yang menghafalkan Al Quran dijanjikan surga oleh Allah, dijadikan sebagai bagian dari kekasih Allah yang terpilih diantara para kekasih-Nya.
Selain itu, orang tuanya akan diberikan mahkota penghormatan di hari kiamat yang cahayanya lebih terang dari pada cahaya matahari, dan masih banyak keutamaan dahsyat lainnya.
Namun, siapa sangka bilamana ternyata penghafal Al Quran pun juga ada yang dimasukkan ke dalam api neraka? Na’udzubillahi min dzaalik.
Maka hendaknya bagi penghafal Al Quran untuk mengambil kesebelas nasehat berikut ini :
(1). Jagalah Niat
Niat adalah perkara sederhana akan tetapi paling sulit untuk kita kendalikan. Ia senantiasa berbolak-balik dengan mudah bagaikan dedaunan yang ditiup angin.
Sufyan Ats-Tsauri, seorang ulama salaf pun mengakui bahwa niat adalah sesuatu yang paling sulit diatasi, beliau berkata :
مَا عَالَجْتُ شَيْئًا أَشَدَّ عَلَيَّ مِنْ نِيَّتِي
Tidaklah aku menangani sesuatu yang lebih berat bagiku kecuali niatku sendiri.
Sebesar apapun amalan yang kita perbuat akan bernilai kecil di sisi Allah karena niatnya.
Sebaliknya, sekecil apapun amalan yang kita perbuat akan bernilai besar di sisi Allah karena niatnya pula.
Seorang penghafal Al Quran tentunya tidak terlepas dari pujian manusia. Apalagi apabila Allah memberikannya keutamaan berupa suara yang merdu dan indah.
Ketahuilah! Bahwa pujian-pujian itu merupakan racun bagi hati kita yang sesungguhnya dapat menggelincirkan kita ke dalam lubang api neraka!
Apabila pujian itu dapat menggelincirkan hati kita, maka berhati-hatilah! Karena berarti kita telah mempersiapkan wajah kita untuk diseret dan dilemparkan ke dalam api neraka!
Na’udzubillahi min dzaalik.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ . . . وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ، وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ، فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ، وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ، قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ، وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ: هُوَ قَارِئٌ، فَقَدْ قِيلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ
Manusia yang paling awal diadili dihari kiamat adalah seorang lelaki yang mempelajari ilmu dan mengajarkan ilmu serta membaca Al Quran.
Lalu ia didatangkan dan ditunjukkan nikmat itu kepadanya, maka iapun mengakui nikmat itu. Lalu Allahpun berfirman : “Apa yang engkau perbuat terhadap nikmat-nikmat itu?”
Ia menjawab : “Aku mempelajari ilmu dan mengajarkannya, serta membaca Al Quran karena-Mu.”
Allah berfirman : “Engkau berdusta! Engkau mempelajari ilmu agar dijuluki sebagai orang yang berilmu dan engkau membaca Al Quran agar dijuluki sebagai orang yang ahli baca Al Quran, dan engkau telah mendapatkan julukan itu!”
Maka malaikat diperintahkan untuk menyeret wajahnya hingga ia dilemparkan di dalam neraka.
(HR. Muslim : 1905)
Oleh karena itu, sebagai penghafal Al Quran kita wajib meneguhkan niat kita agar senantiasa ikhlas hanya untuk Allah ta’ala semata.
(2). Jauhi Maksiat
Menjauhi maksiat adalah kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah. Terlebih lagi bagi kita yang menghafalkan Al Quran.
Karena Rasulullah memerintahkan umatnya untuk menghormati dan memuliakan penghafal Al Quran:
إِنَّ مِنْ إِجْلَالِ اللَّهِ إِكْرَامَ ذِي الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ، وَحَامِلِ الْقُرْآنِ غَيْرِ الْغَالِي فِيهِ وَالْجَافِي عَنْهُ، وَإِكْرَامَ ذِي السُّلْطَانِ الْمُقْسِطِ
Termasuk perbuatan yang mengagungkan Allah adalah memuliakan orang yang beruban (orang yang sudah tua), penghafal Al Quran yang tidak berlebihan dan tidak menyimpang (dalam memahami dan mengamalkannya), dan memuliakan penguasa yang adil.
(HR. Abu Dawud : 4843)
Mengingat kedudukan penghafal Al Quran lebih tinggi dari pada yang tidak menghafalkannya, maka kewajiban untuk menjauhi maksiat jauh lebih ditekankan lagi.
Tahukah Anda? Bahwa sesungguhnya Al Quran yang Allah letakkan di dalam dada para penghafal Al Quran merupakan cahaya.
Tatkala kita melakukan perbuatan maksiat maka Allah jadikan noda di dalam hati kita. Allah ta’ala berfirman :
كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.
(QS. Al Muthaffifiin : 14)
Oleh karena itu, apabila hati kita terus menerus dipenuhi dengan noda, maka tertutuplah hati kita dari cahaya yang menyinarinya.
Akibatnya, Al Quran yang semula singgah menyinari hati kita pergi dan tidak menyinarinya lagi.
(3). Jagalah Al Quran
Tidak diragukan lagi, bahwa menjaga hafalan Al Quran adalah kewajiban bagi mereka yang sudah mendedikasikan dirinya untuk menghafal Al Quran.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
تَعَاهَدُوا القُرْآنَ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَهُوَ أَشَدُّ تَفَصِّيًا مِنَ الإِبِلِ فِي عُقُلِهَا
Jagalah Al Quran, demi Allah yang diriku berada di tangan-Nya, sesungguhnya Al Quran lebih mudah terlepas dari pada unta dalam ikatannya.
(HR. Bukhari : 5033)
Bahkan penghafal Al Quran yang dengan sengaja tidak menjaga hafalannya akan diancam dengan ancaman yang berat di hari kiamat. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
عُرِضَتْ عَلَيَّ أُجُورُ أُمَّتِي حَتَّى الْقَذَاةُ يُخْرِجُهَا الرَّجُلُ مِنَ الْمَسْجِدِ، وَعُرِضَتْ عَلَيَّ ذُنُوبُ أُمَّتِي، فَلَمْ أَرَ ذَنْبًا أَعْظَمَ مِنْ سُورَةٍ مِنَ الْقُرْآنِ أَوْ آيَةٍ أُوتِيَهَا رَجُلٌ ثُمَّ نَسِيَهَا
Ditunjukkan kepadaku pahala-pahala umatku hingga (pahala) kotoran yang dikeluarkan seseorang dari Masjid. Dan ditunjukkan kepadaku dosa-dosa umatku. Maka tidaklah kulihat dosa yang lebih besar daripada surat atau ayat dari Al Quran yang dihafal oleh seseorang, kemudian ia melupakannya.
(HR. Abu Dawud : 461, hadits ini diperselisihkan kesahihannya, dhaif menurut Syaikh Albani)
(4). Pelajari Tafsirnya
Betapa bodohnya penghafal Al Quran yang berhenti sampai tingkatan menghafal saja!
Padahal para sahabat terdahulu tidaklah mereka menghafalkan dan mempelajari Al Quran melainkan mereka mengerti makna dan mengamalkannya.
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرحمن، قَالَ: حَدَّثَنَا الَّذِيْنَ كَانُوا يُقْرِئُوْنَنَا: أَنَّهُمْ كَانُوا يَسْتَقْرِئُوْنَ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَانُوا إِذَا تَعَلَّمُوْا عَشْرَ آيَاتٍ لَمْ يُخَلِّفُوْهَا حَتَّى يَعْمَلُوْا بِمَا فِيْهَا مِنَ الْعَمَلِ، فَتَعَلَّمْنَا الْقُرْآنَ وَالْعَمَلَ جَمِيْعًا
Dari Abu Abdirrahman, ia berkata : Orang-orang yang mengajarkan Al Quran kepada kami bercerita :
Dahulu ketika mereka diajarkan Al Quran oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, maka mereka belajar sepuluh ayat dan tidak meninggalkan kesepuluh ayat tersebut hingga mereka mengetahui maknanya agar bisa diamalkan. Maka kamipun belajar Al Quran sekaligus mengamalkannya.
(Tafsi Ath-Thabari : 1/80)
(5). Bacalah Al Quran dengan Khusyuk
Betapa banyak dari kita yang membaca Al Quran hanya untuk segera mengkhatamkannya.
Tidak salah memang. Akan tetapi apabila hanya hal itu yang kita utamakan tanpa ada rasa khusyuk dan tadabbur maka ini adalah hal yang keliru.
Allah mencela orang-orang yang tidak bertadabbur dengan ayat-ayat Al Quran. Allat ta’ala berfirman :
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran?
(QS. An-Nisa : 82)
Diantara hikmah diturunkannya Al Quran adalah agar kita bertadabbur terhadap Al Quran dan mengambil pelajaran di dalamnya. Allah ta’ala berfirman :
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.
(QS. Shad : 29)
Allah juga mencela orang-orang yang tidak khusyuk terhadap Al Quran dan bahkan hal itu menyerupai ahli kitab yang keras hatinya karena tidak bisa khusyuk terhadap kitab yang diturunkan kepada mereka.
Allah ta’ala berfirman :
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.
(QS. Al-Hadid : 16)
(6). Nasehati Dirimu dengan Al Quran
Betapa banyak ayat-ayat yang dapat kita jadikan sebagai peringatan, baik itu berupa kisah-kisah kaum terdahulu, kisah para nabi, janji tentang surga dan neraka, kejadian-kejadian di hari kiamat, dan lain sebagainya.
Dengan kita jadikan ayat-ayat tersebut sebagai nasehat maka dengan izin Allah kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah akan semakin bertambah.
Maka sebagai penghafal Al Quran kita juga wajib untuk menjadikan Al Quran sebagai nasehat bagi diri kita.
Karena sesungguhnya Allah telah memudahkan Al Quran untuk dijadikan pelajaran dan peringatan bagi manusia. Allah ta’ala berfirman :
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?
(QS. Al-Qomar : 17)
(7). Amalkan Isinya
Mengamalkan Al Quran adalah kewajiban bagi setiap kaum muslimin. Terlebih lagi bagi kita yang menghafalkan firman Allah ta’ala.
Sungguh buruk apabila Allah izinkan Al Quran singgah di dalam dada kita namun kita tidak mau mengamalkannya.
Pada hakikatnya Al Quran diturunkan bukan hanya untuk dihafalkan atau dibaca semata.
Bahkan Al Quran ini diturunkan untuk dipelajari dan diamalkan. Tidak cukup mempelajarinya saja tanpa pengamalan.
Tahukah Anda..!?
Penyebab Allah murka terhadap kaum Yahudi adalah karena mereka mengetahui kebenaran akan tetapi tidak mau mengamalkan kebenaran yang mereka ketahui.
Allah ta’ala berfirman tentang mereka :
بِئْسَمَا اشْتَرَوْا بِهِ أَنفُسَهُمْ أَن يَكْفُرُوا بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ بَغْيًا أَن يُنَزِّلَ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ عَلَىٰ مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۖ فَبَاءُوا بِغَضَبٍ عَلَىٰ غَضَبٍ ۚ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُّهِينٌ
Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan.
(QS. Al-Baqarah : 90)
Maka seorang penghafal Al Quran yang sesungguhnya adalah mereka yang menggabungkan antara ilmu dan amal, yaitu mereka yang menghalalkan apa yang dihalalkan oleh Al Quran dan mengharamkan apa yang diharamkan oleh Al Quran.
Allah ta’ala berfirman :
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَٰئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ ۗ وَمَن يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.
(QS. Al Baqarah : 121)
Abdullah bin Mas’ud menafsirkan dan bersumpah atas nama Allah bahwa yang dimaksud dengan “حَقَّ تِلَاوَتِهِ” (dengan bacaan yang sebenarnya) adalah :
أَنْ يَحِلَّ حَلَالَهُ وَيُحَرِّمَ حَرَامَهُ، وَيَقْرَأُهُ كَمَا أَنْزَلَهُ اللهُ، وَلَا يُحَرِّفُ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ، وَلَا يَتَأَوَّلُ مِنْهُ شَيْئًا عَلَى غَيْرِ تَأْوِيْلِهِ
Menghalalkan apa yang dihalalkan oleh Al Quran, mengharamkan apa yang diharamkan oleh Al Quran, membacanya sebaimana Allah menurunkannya, tidak merubah-rubah perkataan suatu ayat dari tempatnya, dan tidak menafsirkannya sedikitpun dengan selain penafsirannya.
(Tafsir Ath-Thabari : 2/567)
(8). Dakwahkan dan Ajarkan Al Quran
Mendakwahkan dan mengajarkan Al Quran kepada setiap manusia adalah sebuah kewajiban bagi kita semua.
Tujuannya adalah agar mereka mengetahui apa yang difirmankan oleh Tuhannya, dan agar mereka kembali pada agama yang lurus. Allah ta’ala berfirman :
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl ayat 125)
(9). Hiasi Diri dengan Akhlak Al Quran
Penghafal Al Quran bukan hanya sekedar kaset murottal yang suatu saat disetel bisa membunyikan ayat-ayat Al Quran.
Akan tetapi, penghafal Al Quran yang sebenarnya adalah mereka yang menghiasi dirinya dengan akhlak Qurani.
Barang siapa yang berakhlak dengan akhlak Al Quran maka ia telah berittiba’ kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, karena sesungguhnya akhlak beliau adalah akhlak Al Quran, Allah ta’ala berfirman :
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
(QS. Al-Qolam : 4)
Ketika Aisyah radhiyallaahu ‘anhaa ditanya tentang akhlak Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, maka ia menjawab bahwa akhlak beliau adalah akhlak Al Quran.
Sa’d bin Hisyam pernah bertanya pada Aisyah :
يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ أَنْبِئِينِي عَنْ خُلُقِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَتْ: أَلَسْتَ تَقْرَأُ الْقُرْآنَ؟ قُلْتُ: بَلَى، قَالَتْ: فَإِنَّ خُلُقَ نَبِيِّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ الْقُرْآنَ
“Wahai ibunya kaum mukminin, ceritakan padaku tentang akhlak Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.”
Aisyah menjawab : “Apakah engkau tidak membaca Al Quran?”
Aku berkata : “Iya.”
Aisyah berkata : “Sesungguhnya akhlak Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah Al Quran.”
(HR. Muslim : 746)
(10). Jauhilah Musik
Al Quran adalah lawan dari musik. Musik dan Al Quran bagaikan minyak dan air. Maka selamanya ia tidak akan pernah bersatu.
Barang siapa yang mencintai musik tidak akan bisa mencintai Al Quran. Sebaliknya, barang siapa yang mencintai Al Quran pasti tidak akan cinta dengan musik.
Dalam Islam, musik dan nyanyian adalah perkara yang diharamkan. Allah ta’ala berfirman :
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا ۚ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ
Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. (QS. Luqman : 6)
Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya :
“bahwa setelah Allah menyebutkan perihal orang-orang yang berbahagia, yaitu mereka yang menjadikan Al Quran sebagai petunjuk dan mereka memperoleh manfaat dari mendengarkan bacaannya sebagaimana yang disebutkan oleh Allah dalam surat Az-Zumar ayat 23, . . .
kemudian diterangkan perihal orang-orang yang celaka, yaitu mereka yang berpaling dari Al Quran, tidak mau mendengarkannya dan tidak mau mengambil manfaat darinya. Bahkan mereka lebih senang mendegarkan seruling, nyanyian dan suara musik.”
Ibnu Mas’ud juga menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan لَهْوَ الْحَدِيثِ (perkataan yang tidak berguna) dalam ayat tersebut adalah nyanyian.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam juga mengabarkan bahwa suatu saat akan ada kaum yang menghalalkan alat-alat musik.
Ini menunjukkan bahwa hukum musik itu diharamkan dalam Islam. Beliau bersabda :
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ، يَسْتَحِلُّونَ الحِرَ وَالحَرِيرَ، وَالخَمْرَ وَالمَعَازِفَ
Akan ada dari umatku suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamer, dan alat musik.
(HR. Bukhari : 5590)
Oleh karena itu, kita sebagai seorang penghafal Al Quran hendaknya menjauhkan diri dari mendengarkan musik dan nyanyian yang tidak bermanfaat.
(11). Bergabunglah Bersama Orang Shalih
Sudah menjadi hal yang lumrah apabila seseorang akan mengikuti temannya dalam tabiat dan perilaku kesehariannya.
Oleh karena itu, seorang penghafal Al Quran hendaknya bergaul dengan orang-orang yang shalih.
Dengan teman yang shalih itulah maka kita akan dimudahkan menjadi orang yang shalih pula. Karena tabiat kita itu sangat tergantung dengan tabiat teman bergaul kita.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
Seseorang itu tergantung agama temannya, maka hendaklah salah seorang kalian memperhatikan siapa yang dijadikannya sebagai teman.
(HR. Abu Dawud : 4833)
Apabila kita bergaul dengan orang-orang yang buruk maka ini sungguh berbahaya bagi kita. Karena teman bergaul yang buruk akan memberikan pengaruh yang buruk pada kita.
Seandainyapun kita tidak terpengaruh dengan keburukannya maka kita akan tetap terciprat keburukan yang ia miliki.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَثَلُ الجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ، كَحَامِلِ المِسْكِ وَنَافِخِ الكِيرِ، فَحَامِلُ المِسْكِ: إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الكِيرِ: إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi.
Penjual minyak wangi bisa jadi akan memberimu minyak wangi atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau harum darinya.
Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.
(HR. Bukhari : 5534)
Demikianlah sebelas Nasehat untuk Penghafal Al Quran yang bisa kami sampaikan. Semoga kita senantiasa dimasukkan oleh Allah ke dalam golongan penghafal Al Quran yang senantiasa berpegang teguh dengan kesebelas nasehat tersebut. Amiin.
Sumber: Nasehat Quran
(*/Arrahmah.com)