JAKARTA (Arrahmah.com) – Investasi di aset kripto belakangan ini sedang digandrungi banyak kalangan. Kepopuleran aset kripto belakangan ini seperti Bitcoin dan tren harganya yang terus menanjak membuat banyak orang banyak menjadikan aset kripto sebagai alternatif investasi baru.
Terkait hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberi 11 catatan terkait Bitcoin, sebagaimana disamaikan Ketua Bidang Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Cholil Nafis.
Dalam catatan tersebut, MUI menyebut Bitcoin sebagai investasi lebih dekat pada gharar alias spekulasi yang merugikan orang lain.
Sebab keberadaannya tak ada aset pendukungnya (underlying asset), harga tak bisa dikontrol dan keberadaannya tak ada yang menjamin secara resmi sehingga kemungkinan besar banyak spekulasi ialah haram.
KH Cholil mengatakan, Bitcoin hukumnya adalah mubah (boleh) sebagai alat tukar bagi yang berkenan untuk menggunakannya dan mengakuinya.
“Namun Bitcoin sebagai investasi hukumnya adalah haram karena hanya alat spekulasi bukan untuk investasi, hanya alat permainan untung rugi buka bisnis yang menghasilkan,” katanya, seperti dikutip di laman resmi Kyai Cholil, Senin (3/5/2021), lansir CNBC Indonesia.
Berikut 11 poin hang menjadi catatan MUI.
1. Bitcoin adalah bagian dari perkembangan teknologi digital yang ingin membuat alat tukar transaksi bahkan investasi di luar kontrol bank sentral dan pemerintah manapun di dunia manapun. Bitcoin sepenuhnya mekanisme pasar digital tergantung permintaan dan suplay.
2. Bitcoin adalah mata uang digital yang tersebar dalam jaringan peer-to-peer. Jaringan ini memiliki buku akuntansi besar bernama Blockchain yang dapat diakses oleh publik, di dalamnya tercatat semua transaksi yang pernah dilakukan oleh seluruh pengguna Bitcoin.
3. Penyebaran Bitcoin dimulai pada tahun 2009 yang diperkenalkan dengan oleh nama samaran Satoshi Nakamoto sebagai mata uang digital yang berbasiskan cryptography. Penggunaan lainnya untuk menunjang kehidupan masyarakat dalam jual beli mata uang digital disebut cryptocurrency.
4. Cryptocurrency adalah mata uang digital yang tidak diberikan regulasi oleh pemerintah dan tidak termasuk mata uang resmi. Bitcoin dibatasi hanya 21 juta, yang dapat diperoleh dengan cara membelinya atau menambangnya. Ia dapat berguna sebagai alat tukar dan investasi.
5. Bitcoin pada beberapa negara digolongkan sebagai mata uang asing. umumnya tidak diakui otoritas dan regulator sebagai mata uang dan alat tukar resmi karena tidak merepresentasikan nilai aset. Transaksi Bitcoin mirip forex (foreign exchange, valas), maka trading-nya kental rasa spekulatif.
6. Sebagian ulama mengatakan, Bitcoin sama denang uang karena menjadi alat tukar yang diterima oleh masyarakat umum, standar nilai dan alat saving. Namun ulama lain menolaknya sebagai pengakuan masyarakat umum karena masih banyak negara yang menolaknya.
7. Defini uang: “النقد هو كل وسيط للتبادل يلقي قبولا عاما مهما كان ذلك الوسيط وعلى أيّ حال يكون” “uang: segala sesuatu yang menjadi media pertukaran dan diterima secara umum, apa pun bentuk dan dalam kondisi seperti apa pun”. Ini berdasarkan Buhuts fi al-Iqtishad al-Islami, 1996, halama 178.
8. Fatwa DSN MUI Transaksi jual beli mata uang adalah boleh dengan ketentuan: tidak untuk spekulasi, ada kebutuhan, apabila transaksi dilakukan pada mata uang sejenis nilainya harus sama dan tunai (attaqabudh). jika berlainan jenis harus degan kurs yang berlaku saat transaksi dan tunai.
9. Bitcoin sebagai alat tukar hukumnya boleh dengan syarat harus ada serah terima (taqabudh) dan sama kuantitas jika jenisnya sama. Jika jenisnya berbeda disyaratkan harus taqabudh secara haqiqi atau hukmi (ada uang, ada bitcoin yang bisa diserahterimkan). Diqiyaskan dengan emas dan perak, semua benda yang disepakati berlaku sebagai mata uang dan alat tukar.
10. Bitcoin sebagai investasi lebih dekat pada gharar (spekulasi yg merugikan orang lain). Sebab keberadaannya tak ada asset pendukungnya, harga tak bisa dikontrol dan keberadaannya tak ada yang menjami secara resmi sehingga kemungkinan besar banyak spekulasi ialah haram.
11. Bitcoin hukumnya adalah mubah sebagai alat tukar bagi yang berkenan untuk menggunakannya dan mengakuinya. Namun Bitcoin sebagai investasi hukumnya adalah haram karena hanya alat sepekulasi bukan untuk investasi, hanya alat permainan untung rugi buka bisnis yang menghasilkan.
Sebelumnya, pada 28 Desember 2017, lembaga Fatwa Darul Ifta Al-Azhar Mesir merilis lebih dulu kajian tentang Bitcoin. Menurut Al-Azhar, berdasarkan kajian Bitcoin itu berstatus haram secara syariat.
Ditemukan unsur gharar yang dimana sesuai istilah fikih yang mengindikasikan adanya keraguan, pertaruhan (spekulasi), dan ketidakjelasan yang mengarah merugikan salah satu pihak.
(ameera/arrahmah.com)