(Arrahmah.com) – Kemaksiatan yang dilakukan oleh seorang hamba, akan memberikan pengaruh negatif baginya, baik pada dunianya, ataupun akhiratnya. Oleh karena itu Allah Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya dari segala bentuk kemaksiatan dan dosa. Bahkan Allah mengancam mereka yang bermaksiat dengan berbagai ancaman. Berikut ini kami paparkan 10 akibat buruk kemaksiatan yang kami intisarikan dari kitab ad-Da’u wa ad-Dawa’ sebagaimana dilansir islamhariini.com. Semoga bermanfaat.
Kemaksiat Akan Menggelapkan Hati Pelakunya
Seorang yang bermaksiat hatinya akan menjadi gelap, seperti gelapnya malam. Karena ketaatan adalah cahaya, sedangkan maksiat merupakan kegelapan.
Kegelapan itu akan menjadi penghalang baginya dalam upaya meniti jalan yang benar, sehingga ia akan terjerembab dalam lubang yang berbahaya dalam keadaan ia tak sadar. Seperti seorang yang buta berjalan sendiri di malam yang gelap gulita. Tentu bisa dibayangkan bahaya besar yang akan menimpanya.
Berkata Sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu :
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ الْحَسَنَةَ فَتَكُونُ نُوْرًا فِيْ قَلْبِهِ، وَقُوَّةً فِيْ بَدَنِهِ. وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ السَّيِّئَةَ فَتَكُوْنُ ظُلْمَةً فِيْ قَلْبِهِ، وَوَهْنًا فِيْ بَدَنِهِ
“Sesungguhnya seorang melakukan suatu kebaikan, maka kebaikan tersebut menjadi cahaya di hatinya dan menjadi kekuatan untuk tubuhnya. Dan sesungguhnya seorang melakukan kemaksiatan, maka maksiat tersebut menjadi sebab kegelapan di hatinya dan melemahkan tubuhnya.” (HR. Ibn Abi Dunya di dalam kitab at-Taubah, hal:193)
Maksiat akan terhalang dari barakah ilmu
Ilmu adalah cahaya, sedangkan maksiat akan memadamkan cahaya tersebut. Sebagaimana hal ini dikatakan oleh Imam an-Nawawi rahimahullah Ta’ala dalam sebuah syair,
شَكَوْتُ إِلَىْ وَكِيْعٍ سُوْءَ حِفْظِيْ فَأَرْشَدَنِيْ إِلَىْ تَرْكِ الْمَعَاصِيْ
وَقَالَ اعْلَمْ بِأَنَّ الْعِلْمَ فَضْلٌ وَفَضْلُ اللهِ لا يُؤْتَاْهُ عَاصِ
“Aku mengadu kepada Waki’ akan lemahnya hafalanku..
Maka beliau membimbingku agar meninggalkan maksiat..
Beliau berkata ketauhilah ilmu adalah keutamaan dari Allah..
Dan keutamaanNya tidak diberikan kepada pelaku maksiat..”[1]
Kemaksiatan Akan Menghalangi Turunnya Rezeki Kepada Pelakunya
Berikutnya diantara akibat buruk kemaksiatan adalah, kemaksiatan akan menghalangi turunya rezeki kepada pelakunya. Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Bâz rahimahullah berkata,
عليك أيها المسلم أن تتوب إلى الله عز وجل، حتى يصلح لك ما كان فاسداً، ويرد عليك ما كان غائباً، وقد صح في الحديث عن رسول اللهﷺ أنه قال: (إن العبد ليحرم الرزق بالذنب يصيبه)
“Wajib bagi anda, wahai seorang muslim, untuk bertaubat kepada Allah ‘Azza Wajalla agar Dia memperbaiki kerusakan yang dulu anda lakukan dan mengembalikan (rezeki) yang belum anda dapatkan.
Telah ada hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, bahwa beliau bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ
“Sesungguhnya seorang hamba benar-benar terhalangi dari rezeki disebabkan karena dosa yang ia lakukan.” [2]
Majmu’ Fatawa ibn Baz, (5/174)
Pelaku Maksiat Akan Dipersulit Urusannya
Kemaksiatan yang dilakukan hamba akan menutup pintu-pintu solusi dari berbagai problem yang ia hadapi. Sebab, ketika seorang itu bermaksiat, berarti ia tidak bertakwa kepada Allah, sedangkan pertolongan, hanya Allah Ta’ala janjikan bagi mereka yang bertakwa.
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَّتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَّهُ مَخْرَجاً
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar/solusi.” (at-Talaq: 2)
Satu Kemaksiatan yang Dilakuakan Akan Mengundang Kemaksiatan yang Lain.
Sebagian kaum salaf mengatakan,
إِنَّ مِنْ عُقُوْبَةِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةَ بَعْدَهَا، وَإِنَّ مِنْ ثَوَابِ اَلْحَسَنَةِ اَلْحَسَنَةَ بَعْدَهَا
“Sesungguhnya diantara dampak negatif kemaksiatan adalah akan memunculkan kemaksiatan berikutnya. Dan sesungguhnya buah dari amal salih adalah amal salih berikutnya” (Majmu’ Fatawa Ahmad bin Abdil Halim Al Harrani hal: 11/10)
Sehingga satu maksiat yang dilakukan akan melahirkan kemasiatan yang lain, dan terus demikian hingga kemaksiatan itu menjadi kebiasaan dan tabiat baginya.
Apabila ia beralih kepada perbuatan baik atau ketaatan, justru akan menyempitkan dadanya, dan membuat kacau pikiranya, dan tidak ada yang dapat menenangkannya selain kembali kepada kemaksiatannya. Dan hal ini tak akan terjadi kecuali ketika telah kuat pengaruh maksiat pada jiwanya.
Perbuatan Maksiat Akan Mengikis Habis Keinginan Taubat dari Hamba Tersebut
Pengaruh maksiat yang satu ini termasuk yang paling berbahaya bagi hamba. Yaitu ketika maksiat telah menjadi kebiasaan dan rutinitasnya, berangsur-angsur akan hilang keinginan taubat dari hatinya, sampai tidak terbetik lagi olehnya keinginan untuk bertaubat. Wal’iyadzu billah!
Terkadang ia bertaubat dengan lisannya saja, dalam keadaan hatinya tetap condong pada kemaksiatan itu, dan tidak ada tekad untuk meninggalkannya. Ini merupakan penyakit mematikan yang sangat berbahaya, yang muncul karena terbiasa dengan perbuatan maksiat.
Lemahnya Hati dan Fisik Pelaku Maksiat
Adapun sisi lemahnya hati karena perbuatan maksiat adalah hal yang sudah pasti dan diketahui bersama. Yaitu karena hati yang kosong dari keimanan akan menjadi lemah. Dan maksiat akan mengikis keimanan hamba dan menjadi penyebab utama lemahnya iman.
Sementara sisi kelemahan pada fisik yang dirasakan akibat kemaksiatan ialah, karena kekuatan hamba mukmin itu berasal dari hatinya. Maka ketika hatinya melemah, akan berpengaruh pada kelemahan fisiknya.
Hal ini sebagaimana yang terjadi pada pasukan adidaya; Romawi dan Persia. Dimana mereka berhasil dikalahkan oleh kaum muslimin yang jumlahnya sangat kecil dibandingkan jumlah mereka. Karena kelemahan hati mereka menyebabkan lemahnya fisik mereka.
Kemaksiatan Akan Menghilangkan Rasa Malu Pelakunya
Rasa malu merupakan pangkal seluruh kebaikan. Apabila rasa malu itu telah hilang, maka hilang pulalah seluruh kebaikan darinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلْحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّهُ
“Rasa malu itu seluruhnya adalah kebaikan.” (HR. Muslim No. 60 di dalam Sahihnya dari Sahabat Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu)
Maksiat yang dilakukan hamba akan melemahkan rasa malunya, sampai rasa malu itu benar-benar hilang dari dirinya. Bahkan ia tidak mau tahu kalau manusia mengetahui kebobrokannya. Atau malah dia sendiri bangga menceritakan kepada mereka maksiat yang ia lakukan. Hal ini tidak lain karena rasa malu yang telah dicabut darinya.
Kemaksiatan Dapat Menghinakan Sang Pelaku
Hal ini pasti terjadi, Karena semua kemuliaan itu adalah hanya milik Allah Ta’ala . Dia pun hanya memberikanya kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Allah Taala berfirman:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا
“Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka hanya milik Allah-lah kemuliaan itu semuanya.” (Fatir: 10)
Berkata Abdullah bin Mubarak rahimahullah Ta’ala,
رَأَيْتُ الذُّنُوْبَ تُمِيْتُ الْقُلُوْبَ وَقَدْ يُوْرِثُ الذُّلَّ إِدْمَانُهَا
وَتَرْكُ الذُّنْبَ حَيَاةُ الْقُلُوْبِ وَخَيْرٌ لِنَفْسِكَ عِصْيَانُهَا
وَهَلْ أَفْسَدَ الدِّيْنَ إِلاَّ الْمُلُوكُ وَأَحْبَارُ سَوْءٍ وَرُهْبَانُهَا
“Aku saksikan dosa itu telah membunuh hati..
Seringnya mewariskan kerendahan apabila mencanduinya..
Sedangkan meninggalkan dosa adalah kehidupan bagi hati..
Dan hal terbaik bagi jiwamu adalah meniggalkannya..
Bukankah tak ada yang merusak agama selain para raja..
Dan rahib-rahib jelek serta para uskupnya..”
[Bahjatul Majalis 3/334]
Perbuatan Maksiat Dapat Mengurangi Akal
Karena itulah engkau akan dapati orang yang taat kepada Allah, lebih berakal dari mereka yang bermaksiat. Karena maksiat itu akan memadamkan cahaya akalnya. Sebagaimana dikatakan oleh sebagian salaf:
ماَ عَصَى اللهَ أَحَدٌ حَتّى يَغيِبَ عَقْلَهُ
“Senantiasa seorang itu bermaksiat kepada Allah, hingga akalnya tertutup.” (HR. Ibnu Hibban dalam ats-Tsiqot 7/659).
Bagaimana mungkin seorang yang berakal akan mendurhakai seseorang, padahal ia sedang berada di rumah orang yang ia durhakai itu, atau sedang berada dalam pantauan dan pengawasanya?. Dan sebenarnya ia juga sadar bahwa dia mendurhakai orang tersebut dengan memanfaatkan pemberian orang tadi.
Bahkan ia sadar bahwa perbuatanya ini akan membuat orang itu marah, bahkan mengundang caci dan laknat darinya.
Lalu bagaimana jika yang dimaksiati adalah Allah, yang Maha Melihat dan Maha Mengawasi perbuatannya. Sementara maksiat yang ia lakukan itu akan mengahalangi untuk meraih keridoan-Nya. Yang dengan keridoan tersebut ia akan merasakan hidupnya hati, nikmatnya kehidupan di dunia, dan ampunan serta rahmat-Nya di akhirat kelak.
Bagaiman mungkin orang yang berakal sehat akan mau mengganti kenikmatan hakiki dengan kesenangan yang nisbi, yang hanya dinikmati sesaat lalu sirna layaknya mimpi yang ia lihat saat tidur?
Sungguh betapa bodoh orang yang rela mengganti keridoan Allah dengan amarah dan murka-Nya? menukar kemuliaan bersama para Nabi dengan kehinaan bersama orang-orang yang mendapat murka-Nya? sungguh ini merupakan kebodohan yang nyata, yang bersumber dari kebiasan maksiat yang ia lakuakan.
Demikian ulasan singkat akibat buruk perbuatan maksiat. Mudah-mudahan Allah Ta’ala menyelamatkan kita dari berbuat maksiat kepada-Nya. Amin
Semoga bermanfaat.
[1]Lihat kitab (Diwan asy-Syafii hal: 72)
[2] Sebagian ulama mengatakan hadits ini dhaif, dengan illah: 1. Al Jahalah-nya Abdullah bin Abi Ja’d, 2. Tidak bisa dipastikan apakah dia mendengar dari Tsauban. Lafazh ini adalah bagian dari sebuah hadits yang dikatakan oleh Syaikh Al Albani “hasan lighairih” namun tanpa lafazh: “إِنَّ الْعَبْدَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ“. Sebagian ulama menggunakan hadits ini sebagai dasar seperti Al Imam Ibnul Qayyim di Ad-Da’u wad Dawa’u, begitu juga syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam fatwa beliau di atas. Al Iraqi mengatakan hadits ini hasan.
Penulis: Mush’ab Klaten/Disadur dari kitab ad-Da’u wad Dawa’u
(*/Arrahmah.com)