Oleh : KH Luthfi Bashori
(Arrahmah.com) – Dunia Islam sedang menggerakkan Hari Jibab Sedunia, atau lebih dikenal dengan istilah 1 Februari sebagai gerakan ‘World Hijab Day’.
Gerakan ini diinisiasi seorang perempuan berhijab dari Amerika Serikat bernama Nazma Khan. Ia mengimbau kepada semua penduduk dunia, muslim atau non-muslim agar menghormati para perempuan yang mengenakan jilbab.
Caranya? Bagi yang muslimah (yang tidak biasa berjilbab), kenakanlah jilbab, satu hari ini saja! Ini jika mereka belum bisa mengenakan jilbab setiap harinya. Lalu? “Bagi non-Muslimah, hari itu bisa jadi saatnya untuk mengetahui sekaligus merasakan apa itu jilbab,” demikian Nazma Khan, sebagaimana dilansir laman resmi worldhijabday.com.
Namun yang memprihatinkan, justru ‘anak-anak liberal’ yang, mengaku dirinya sebagai muslimah Indonesia. Mereka ini menentang ‘Word Hijab Day’, bahkan dengan semangat mengampanyekan gerakan yang berlawanan, yaitu ‘No Hijab Day’.
Selain itu, ada juga gerakan anak-anak liberal ini yang, gemar mengampanyekan penampilan berkerudung atas nama wanita Nusantara. Caranya, mereka menampakkan rambut pada bagian depan, serta belakang kepala, atau mereka menutup kepala dengan kain tipis transparan, hingga rambut mereka terlihat dengan jelas. Mereka kenakan ini sambil mengatakan: ‘Inilah Asli Kerudung Nusantara’.
Virus liberal sangat membahayakan. Bukan saja sekedar latah dengan budaya-budaya asing (baca: Barat), tetapi, di sisi lain, anak-anak kita sudah menikmati, bangga sebagai agen untuk melawan keimanan yang ditanamkan oleh para masyayikh kita dengan benar.
Bertentangan dengan Muktamar NU
Secara pribadi, saya sendiri senang membaca karya tulis KH Hasyim Asy’ari, dan pemikiran yang terkait dengan beliau. Termasuk bahasan mengenai jilbab. Yang menjadi ironi, pemikiran Mbah Hasyim, ini sudah jauh ditinggalkan generasi sekarang, termasuk anak-anak NU yang terperangkap dalam komunitas liberal.
Dalam masalah batasan jilbab bagi wanita muslimah, saya mendapati salah satu hasil Muktamar NU ke-7 yang dipimpin langsung oleh Almaghfurlah KH Hasyim Asy’ari. Beliau merekomdasi hasil bahtsul masail waqi’iyah saat itu, tetang batasan aurat wanita muslimah yang wajib ditutupi.
Kalimatnya sebagai berikut: “Seluruh anggota badan wanita merdeka adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangan, ini menurut pendapat yang paling benar dan terpilih. Demikian juga lengan adalah aurat. Berbeda dengan pendapat Imam Abu Hanifah, yang tidak menanggap lengan itu aurat. Menurut riwayat yang benar, kedua telapak kaki wanita tidak termasuk aurat. Sedangkan rambut (di kepala)-nya sampai bagian yang menjurai sekalipun, adalah termasuk aurat.” Keputusan Muktaman Nahdlatul Ulama ke-7 di Bandung, 13 Rabiuts Tsani 1351 H/9 Agustus1932 M.
Dari hasil muktamar ini, jelaslah, bahwa, istilah Kerudung Nusantara yang masih tampak rambutnya itu, bertentangan dengan hasil Muktamar NU yang dipimpin KH Hasyim Asy’ari.
Untuk itu saya sangat mendukung gerakan World Hijab Day dengan arti, bahwa wanita muslimah itu wajib menutup rambut dan bagian aurat lainnya, sekaligus saya menolak dan mengingkari gerakan No Hijab Day, maupun penggunaan istilah Kerudung Nusantara yang masih tampak bagian rambutnya. Dan, tentu, kewajiban ini tidak terbatas pada tanggal 1 Februari.
(ameera/arrahmah.com)